Breaking News

Angka Kemiskinan Aceh Meningkat, Masyarakat Minta Pemprov Aceh untuk Serius Menanganinya



SULSELKPK.CO.ID -Dugaan sisa anggaran (Silpa) APBA sebesar Rp 3,9 Triliun di tahun 2020  mencerminkan kebutuhan pembangunan dan program pro rakyat menengah dan kecil seolah olah di abaikan oleh para oknum yang berkompeten di Provinsi Aceh.


Sebagaimana yang diberitakan berbagai media elektronik dan cetak bahwa Terjadi pembatalan program pembangunan fisik di tahun 2020


"karena  APBA 2020 di refokusing oleh Gubernur Nova" dengan mencoret anggaran untuk Dayah, Meunasah, Mesjid dan berbagai program pro rakyat lainnya hanya untuk menjadi SiLPA di akhir tahun,


Dugaan sisa anggaran yang sangat besar Ini terjadi karena patut diduga Bansos untuk rakyat sebesar Rp. 1,5 Triliun tidak disalurkan 


Dan anggaran penanganan Covid-19 tidak dibelanjakan tepat sasaran dan maksimal untuk membiayai tracing, tracking dan treatment dalam penanggulangan Covid-19. Hasilnya kasus Covid-19 kembali meledak di Aceh saat ini.


Gubernur Nova dan Sekda Taqwa selaku Ketua TAPA sampai hati MENCORET RIBUAN UNIT RUMAH untuk kaum DHUAFA. Padahal itu janji kampanye, visi misi dan program RPJMA Irwandi-Nova.


Usman Lamreung seorang tokoh pemerhati pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Aceh yang di minta tanggapan mengenai sisa anggaran (SILPA) terbanyak di tahun 2020, ia berpendapat Provinsi Aceh dalam kurun waktu empat bulan terakhir terus menjadi sorotan publik. pasalnya berbagai kebijakan dan program yang sudah dicetuskan belum menyentuh peningkatan serta pertumbuhan ekonomi, seperti penurunan angka kemiskinan masyarakat Aceh masih tetap bertahan pada posisinya yang termiskin di Sumatera. 


Triliunan anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) pada tahun 2020, namun masih saja terjadi SiLPA Rp 3,9 T 2020, padahal saat itu program-program pro rakyat masih sangat dibutuhkan, apalagi dalam kondisi pandemi, tentu sangat perlu sentuhan dan kucuran anggaran dari pemerintah, namun yang terjadi adalah anggaran refocusing Covid-19 yaitu bantuan sosial sebesar Rp 1,5 Triliun urung direalisasikan, malah ironisnya lagi bantuan dana hibah recofusing sebesar Rp 9,6 Milyar diberikan kepada 100 Organisasi Pemuda/Ormas/Ormawa Aceh, tentu ini menyalahi ketentuan Permendagri No.39 tahun 2020. 


Dalam APBA 2020, berbagai program yang sudah dicetuskan, harus dibatalkan, di alihkan kepenanganan bencana non alam yaitu wabah pandemic Covid-19, sesuai instruksi pemerintah pusat.


Program-program yang sudah di anggarkan diberbagai dinas dialihkan ke dana recofusing Covid-19, seperti mencoret anggaran penguatan Dayah, Meunasah, Mesjid dan berbagai program lainnya. 


Namun sangat disayangkan dana yang dialihkan ke Recofusing Covid-19 sebesar Rp 1,5 Triliun tidak disalurkan, terjadilah SILPA yang sangat besar, tetap yang dirugikan adalah rakyat Aceh, selama pandemi banyak usaha dan pekerja gulung tikar, dan akhirnya menyebabkan menambahnya masyarakat miskin baru.

 

Termasuk pemerintah Aceh urung membangun rumah Dhuafa, padahal ini adalah bagian dari program Aceh Hebat, dan bagian dari penurunan angka kemiskinan. 


Terkait dengan melonjaknya kasus terpapar Covid-19 dan kematian, sepertinya Pemerintah Aceh lambat, lalai dan tak punya road map yang jelas dalam penanganannya. Tidak sigap serta kewalahan dalam menghambat penyebaran kasus terpapar Covid-19 wilayah Aceh.


Pemerintah Aceh lemah dalam koordinasi lintas instansi dan lembaga. Sepertinya instansi dan lembaga berjalan sendiri-sendiri, pada wabah Covid-19 ini dibutuhkan peran serta semua unit instansi, lembaga dan lembaga masyarakat. 


Penanganan Covid-19 tidak hanya sebatas himbauan di baliho, spanduk, ataupun razia, namun dibutuhkan edukasi secara terus menerus dengan melibatkan instansi dan masyarakat. 


Ditambah lagi transparasi pemerintah dalam pengelolaan anggaran recofusing juga paling penting, agar penanganan wabah pandemic ini bisa menumbuhkan kesadaran, kepercayaan yang pada akhirnya semua komponen masyarakat Aceh patuh pada Prokes.


Sebagai contoh, banyak bantuan yang diberikan terkesan tidak tepat sasaran. Seperti bantuan organisasi Kepemudaan, Organisasi masyarakat dan organisasi mahasiswa, pada anggaran 2020 lalu.


Ini juga menyebabkan masyarakat mulai krisis kepercayaan pada pemerintah Aceh. Sehingga berbagai kebijakan yang sudah diputuskan seakan tidak dijalankan masyarakat.


Angka kematian akibat Covid di Aceh masuk 5 Besar Indonesia. Perlu evaluasi bersama mengenai tata cara penanganan Covid-19 di Aceh.


Untuk itu, Pemerintah Aceh lebih serius melihat persoalan ini. Kami yakin, masyarakat juga akan mendukung jika pemerintah Aceh melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam penanganan Covid-19 ini," ungkap Usman Lamreung. 


Gubernur Aceh Nova iryansyah yang di minta klarifikasinya tentang dana SILPA 2020 oleh awak media melalui WahtsApp, belum ada tanggapan sampai berita ini di turunkan.


Ketua gerakan masyarakat bawah Indonesia (GMBI) Wilter Aceh saat di hubungi awak media, bahwa dirinya sedang berada di Nagan Raya dalam sejumlah kegiatan sebagai kontrol sosial masyarakat, menilai bahwa dalam kurun waktu dari 2020 sampai saat ini emang kondisi ekonomi masyarakat di Aceh makin terpuruk apalagi di tambah dengan kondisi Covid 19 yang makin meningkat. 


Hal ini juga penting di perhatikan, mengingat sebelumnya sudah dilakukan stikerlisasi yang di beli dan di bagi bagikan oleh pemerintah Aceh dengan jumlah anggaran yang begitu lumayan banyak, begitu juga dengan dinas pendidikan membeli tempat cuci tangan yang begitu fantastis. 


Walaupun ada informasi yang berkembang di media media bahwa belanja tersebut tidak sesuai ataupun ada dugaan indikasi penyalahgunaan anggaran dan pihak BPK atau lembaga lain diminta segera mengauditnya.


Dan yang menjadi prioritas agar ekonomi masyarakat bisa meningkat dan penanganan covid 19 juga benar benar sesuai di lapangan," tutup Zulfikar,ZA.  (Umar)


0 Comments

© Copyright 2022 - Sulselkpk.co.id I Bersama Rakyat Perangi Korupsi